Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah
tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan
yang telah digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah
memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di
suatu puncak pada sebuah struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan
pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana
sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang
yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal
menjadi lebih lama
Dalam era reformasi deawasa ini, diberlakukan kebijakan
otonomi yang seluas-luasnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Otonomi daerah merupakan distribusi kekuasaan secara vertikal.
Distribusi kekuasan itu dari pemerintah pusat ke daerah, termasuk kekuasaan
dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan
tampak masih menghadapi berbagai masalah. Masalah itu diantaranya tampak pada
kebijakan pendidikan yang tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan
masalah kurang adanya koordinasi dan sinkronisasi. Kondisi yang demikian dapat
menghadirkan beberapa hal, seperti : kesulitan pemerintah pusat untuk mengendalikan
pendidikan di daerah; daerah tidak dapat mengembangkan pendidikan yang sesuai
dengan potensinya. Apabila hal ini dibiarkan berbagai akibat yang tidak
diinginkan bisa muncul. Misalnya, kembali pada kebijakan pendidikan yang sentralistis, tetapi sangat dimungkinkan juga daerah
membuat kebijakan pendidikan yang dianggapnya paling tepat meskipun sebenarnya
bersebrangan dengan kebijakan pusat.
Kalau hal ini terjadi maka konflik antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah sulit dihindari. Dalam sejarah konflik kepentingan pusat
dan daerah memicu terjadinya upaya – upaya pemisahan diri yang tentunya
mengancam disintegrasibangsa.
Dengan perkataan lain apabila kebijakan pendidikan dalam
konteks otonomi daerah tidak dilakukan upaya sinkronisasi dan koordinasi dengan
baik, tidak mustahil otonomi tersebut dapat mengarah pada disintegrasi bangsa.
Dalam kondisi demikian diperlukan cara bagaimana agar kebijakan pendidikan di
daerah dengan pusat ada sinkronisasi dan koordinasi. Juga perlu diusahakan
secara sistematis untuk membina generasi muda untuk tetap memiliki komitmen
yang kuat dibawah naungan NKRI. Masalah sinkronisasi dan koordinasi kebiajakan
pendidikan dan upaya membina generasi muda yang berorientasi memperkuat
integrasi bangsa menjadi fokus dalam makalah
B.
KEKUATAN DAN KELEMAHAN SENTRALISASI PENDIDIKAN
Indonesia sebagai negara berkembang
dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga mengikuti sistem
sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang.
Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, seba
keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat
relevansinya bai kehidupan anak dan lingkungannya.
Konsekuensinya,posisi dan peran
siswa cenderung dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang untuk
mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta yang dimilikinya.
Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang
memperhatikan seperti :
1. Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
2. Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan,
pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
3. Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
4. Melemahnya kebudayaan daerah
5. Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai dampak
sistem pendidikan sentralistik, makaupaya mewujudkan pendidikan yang dapat
melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan
masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh
inisiatif dan impati, memeliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai
bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
C. KONSEP DASAR DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Desentralisasi
di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak
diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah
otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat
dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi
melalui PP No. 8 tahun 1995.Menurut UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan
sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
1. Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih
luas.
2. Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
3. Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang
sehinmgga dapat meningkatkan efisiensi.
4. Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara
optimal.
5. Mengakomodasi kepentingan poloitik.
6. Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih
kompetitif.
Desentralisasi Community Based
Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah
antara lain :
a. Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh
pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah,
termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
b. Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan
pendidikan.dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikandan
pemerintah pusat kedaerah otonom, yang menempatkan kabupaten / kota sebagai
sentra desentralisasi.
Desentralisasi adalah
pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang
pada level bawah ( daerah ). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi
menerapkan sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau
otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil
kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kelebihan
sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat
diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan
dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana
wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta
dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi.
Hal
ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.Desentralisasi
pendidikan suatu keharusan Rontoknya nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah
melahirkan suatu visi yang baru mengenai kehidupan masyrakat yang lebih
sejahtera ialah pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak
asasi masyarakat (civil rights). Kita ingin membangun suatu masyarakat baru
yaitu masyarakat demokrasi yang mengakui akan kebebasan individu yang
bertanggungjawab. Pada masa orde baru hak-hak tersebut dirampas oleh
pemerintah.
Keadaan
ini telah melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga tidak
mengakui akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah
dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik. Kejadian yang terjadi
berpuluh tahun telah melahirkan suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya
kepada pemerintah. Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi atau
otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan era reformasi. Termasuk di dalam
tuntutan otonomi daerah ialah desentralisasi pendidikan nasional.Ada tiga hal
yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan
masyarakat demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing
bangsa ( H.A.R Tialar, 2002).
1.
Masyarakat Demokrasi
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
2. Pengembangan “Social Capital”
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
2. Pengembangan “Social Capital”
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
Sistem pendidikan yang sentralistik yang mematikan kemampuan berinovasi tentunya tidak sesuai dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi terbuka. Oleh sebab itu, desntralisasi pendidikan berarti lebih mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat harus berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut sertanya rakyat di dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat demokrasi berarti pula rakyat ikut membina lahirnya social capital dari suatu bangsa.
3. pengembangan Daya saing
Di dalam suatu masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam kerja sama. Di dalam suatu masyarakat yang otoriter dan statis, daya saing tidak mempunyai tempat. Oleh sebab itu, masyarakat akan sangat lamban perkembangannya. Masyarakat bergerak dengan komando dan oleh sebab itu sikap masa bodoh dan menunggu merupakan ciri dari masyarakat otoriter.
Daya saing di dalam masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan saling menyingkirkan satu dengan yang lain tetapi di dalam rangka kerjasama yang semakin lama semakin meningkat mutunya. Dunia terbuka, dunia yang telah menjadi suatu kampung global (global village) menuntut kemampuan daya saing dari setiap individu, setiap masyarakat, bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu masyarakat dan bangsa hanya dapat terjamin apabila dia terus-menerus memperbaiki diri dan menibkatkan kemampuanya. Ada empat faktor yang menentukan tingkat daya saing seseorang atau suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah intelegensi, informasi, ide baru, dan inovasi.
B.KEKUATAN
DAN KELEMAHAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Dari beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
Dari beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
1. Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi
ke memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta
jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
2. Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara
pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
3. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
4. Sumber daya manusia yang belum memadai.
5. Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
6. Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
7. Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk
kehiulangan otoritasnya.
Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan
disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan berbagai persoalan baru,
diantaranya :
1. Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara
daerah,antar sekolah antar individu warga masyarakat.
2. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat
(orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu
sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga
kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.
3. Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas
anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru
didistribusikan ke sekolah.
4. Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan
pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
5. Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu
memahamisepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya
akan menurunkan mutu pendidikan.
6. Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di
karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan
mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
7. Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan
dari pusat ke daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar