Selasa, 20 Maret 2012


Strategi Pendidikan islami
Pendahuluan
          Merujuk kepada informasi al-Qur’an, pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung, Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan akan menjadi satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukan kepribadian yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada pembentukan keribadian yang utuh dan bulat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat-ayat dibawah ini:
ÎoTÎ)ur àMøÿÅz uÍ<ºuqyJø9$# `ÏB Ïä!#uur ÏMtR$Ÿ2ur ÎAr&tøB$# #\Ï%%tæ ó=ygsù Í< `ÏB šRà$©! $wŠÏ9ur ÇÎÈ  
5. Dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, ".(maryam:5)
tûïÏ%©!$#ur šcqä9qà)tƒ $oY­/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»­ƒÍhèŒur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur šúüÉ)­FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ  
74. dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.(furqon:74)
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.( al-hasyr:18)

A. Pengertian pendidikan islam

Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yg memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dgn nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yg bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yg bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adl mewujudkan tujuan ajaran Allah (Djamaluddin 1999: 9).
Menurut Hasan Langgulung yg dikutip oleh Djamaluddin (1999) Pendidikan Islam ialah pendidikan yg memiliki empat macam fungsi yaitu :
·         Menyiapkan generasi muda utk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yg akan datang. Peranan ini berkaitan erat dgn kelanjutan hidup masyarakat sendiri.
·         Memindahkan ilmu pengetahuan yg bersangkutan dgn peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
·         Memindahkan nilai-nilai yg bertujuan utk memilihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yg menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban.
·         Mendidik anak agar beramal di dunia ini utk memetik hasil di akhirat.
An-Naquib Al-Atas yg dikutip oleh Ali mengatakan pendidikan Islam ialah usaha yg dialakukan pendidik terhadap anak didik utk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yg benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yg tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan (1999: 10 ).
Adapun Mukhtar Bukhari yg dikutip oleh Halim Soebahar mengatakan pendidikan Islam adl seganap kegiatan yg dilakukan seseorang atau suatu lembaga utk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa dan keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yg mendasarkan program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam (2002: 12).
Pendidikan Islam adl jenis pendidikan yg pendirian dan penyelenggaraan didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita utk mengejewantahkan nilai-nilai Islam baik yg tercermin dalam nama lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yg diselenggarakan (Soebahar 2002: 13).

B.     Interaksi Pendidikan dalam al-Qur’an

ÎoTÎ)ur àMøÿÅz uÍ<ºuqyJø9$# `ÏB Ïä!#uur ÏMtR$Ÿ2ur ÎAr&tøB$# #\Ï%%tæ ó=ygsù Í< `ÏB šRà$©! $wŠÏ9ur ÇÎÈ  
5. Dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, ".(maryam:5)
Yang dimaksud oleh Zakariya dengan “mawali” dalam kitab al-Tabari, ialah orang-orang yang akan mengendalikan dan melanjutkan urusannya sepeninggalnya. Yang dikhawatirkan Zakariya ialah kalau mereka tidak dapat melaksanakan urusan itu dengan baik, karena tidak seorangpun diantara mereka yang dapat dipercayainva, oleh sebab itu Dia meminta dianugerahi seorang anak. Doa Zakariya dalam ayat tersebut menurut al-Tabari dilakukan ketika semangatnya bangkit, lalu shalat dan dalam shalatnya berdo’a meminta keturunan.  [1]
Al-Tabari dengan menukil riwayat Abu Ja’far menjelaskan bahwa do’a Zakariya meminta keturunan dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi terhadap Maryam. Peristiwa itu ialah ketika Zakariya melihat maryam tanpa perantara manusia tiba-tiba mendapat rizki dari Allah berupa buah-buahan/ kurma dihidangkan dihadapannya yang berbuah tidak pada musimnya. Anugrah luar biasa seperti ini menyebabkan Zakariya berharap terjadi pada dirinya dalam wujud anak, di saat usianya sudah tua dan istrinya yang mandul. Zakariya sangat berharap keajaiban yang terjadi pada maryam terjadi pada dirinya, berupa keturunan yang baik. Oleh karena itu, Zakariya bangkit semangatnya, lalu shalat dan dalam shalatnya berdo’a meminta keturunan. [2]
            Menurut riwayat Musa dari ‘Umar dari Asbat dari al-Sadi berkata: ketika Zakariya mendapati Maryam mendapat anugrah buah-buahan luar biasa, kemudian bersemangat untuk memint anugrah anak kepada Allah. Selanjutnya, Zakariya shalat dan berdo’a dengan tiga do’a pada Surat maryam ayat 4-6, Ali Imran: 38, dan al-Anbiya: 89.[3]
Ketika Zakariya menyaksikan maryam mendapat anugrah rizki buah-buahan dari dua musim yang bukan pada waktunya, maka bertambah kuat harapannya untuk mendapatkan anak, meskipun usianya telah tua renta dan istrinya juga mandul. Meskipun demikian dengan penuh keyakinan berdoa kepada Allah meminta keturunan anak yang saleh, karena sesungguhnya Allah maha mendengarkan doa.
Kisah Zakariya secara intensif menggambarkan interaksi transendental kepada Allah. Zakariya secara diplomatis memohon kepada Allah untuk diberi keturunan yang dapat mewarisinya. Namun demikian, jika Allah tidak mengabulkan permohonan do’a ini, Zakariya tetap bertawakal kepada Allah. Yang terjadi kemudaian adalah Allah menyuruh malaikat untuk memeberitakan doanya terkabulkan.
çmø?yŠ$oYsù èps3Í´¯»n=yJø9$# uqèdur ÖNͬ!$s% Ìj?|ÁムÎû É>#tósÏJø9$# ¨br& ©!$# x8çŽÅe³u;ム4ÓzósuÎ/ $P%Ïd|ÁãB 7pyJÎ=s3Î/ z`ÏiB «!$# #YÍhyur #YqÝÁymur $wŠÎ;tRur z`ÏiB tûüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÌÒÈ  
39.  Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yah}ya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh".(Ali imron:39)
Yakni, malaikat memberitahu secara lisan kepada Zakariya yang dapat didengarnya ketika sedangsalat di mihrab tempat khalwat dan bermunajat kepada Allah. Isi pemberitahuan malaikat bahwa “Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya”, Yahya ini menurut riwayat Qatadah anak kandung Zakariya sendiri. Menurut riwat lainya, anak yang diberikan Allah kepada Zakariya bernama Yahya karena Allah karena kekuatan iman Zakariya akan memiliki anak sangat tinggi. Yahya ini kelak yang pertama kali membenarkan kerasulan Isa (pendapat al-Rabi’ bin Annas). Sedangkan menurut Ibn ‘Abbas, Yahya dan Isa adalah dua anak bibinya Zakariya. Ibu Yahya berkata kepada maryam: “saya merasakan kandungan saya nanti bersujud kepada kandunganmu. Pembenaran Yahya kepada Isa sudah terjadi sejak dalam kandungan. Yahyalah yang pertama kali membenarkan kerasulan Isa. [4]
a)      Tujuan pendidikan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa pendidikan anak yang dilakukan Zakariya ini menekankan pada konsep prenatal, karena tidak dijumpai interaksi secara riil kepada Yahya. Al-Qur’an menjelaskan bagaimana usaha Zakariya di usia senja untuk mendapatkan keturunan. Dengan penuh keyakinan, Zakariya melakukan usaha terus-menerus dengan berdoa kepada Allah. Melalui kekuatan doa itulah akhirnya Allah mengabulkan permintaannya.
Hal ini secara implisit berarti memberikan contoh pendidikan pada para orang tua, bagaimana melakukan usaha mendapatkan anak yang saleh. Tujuan pendidikan bukan diperuntukkan bagi anak didik, tetapi ditujukan pada orang tua bagaimana prosesi memperoleh generasi saleh ternyata dilalui jauh sebelum kelahiran anak itu sendiri. Signifikansinya, pendidikan prenatal menjadi bagian integral dalam pendidikan anak. Namun pada realitasnya, hal ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Terbukti belum ada semisal lembaga pendidikan khusus yang disediakan untuk membekali calon suami atau istri yang akan melangsungkan pernikahan. Juga belum terbangun kesadaran para calon mempelai tersebut untuk mengkaji bagaimana sesungguhnya menyiapkan rumah tangga dan menciptakan generasi penerus yang berkwalitas.
b)      Materi pendidikan
Pendidikan Zakariya ini memiliki relevansi terhadap orang tua karena pada intinya menekankan materi pendidikan prenatal. Materi pendidikan prenatal dimaksudkan ialah tentang upaya meminta anak saleh diantaranya melalui berdoa. Doa yang dilakukkan Zakariya dalam rangka meminta anak saleh memiliki tiga bentuk yang terdapat pada ayat berikut. Pertama: "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling Baik”. [5]Kedua: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai". [6]Ketiga: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".[7]
Menurut penjelasan para ahli tafsir, do’a Zakariya ini mengikuti jejak doa ibrahim. ibrahim memuji Allah yang telah menganugerahkan Isma’il dan Ishaq kepadanya. [8]Al-Tabari dengan menukil riwayat Abu Ja’far menjelaskan bahwa do’a Zakariya meminta keturunan dipengaruhi oleh peristiwa besar yang dilihatnya terjadi pada Maryam. Peristiwa itu berupa buah-buahan/ kurma dihidangkan dihadapannya yang berbuah tidak pada musimnya. Anugrah luar biasa seperti ini menyebabkan Zakariya berharap terjadi pada dirinya dalam wujud anak, di saat usianya sudah tua dan istrinya yang mandul[9].
Do’a yang dilakukan Zakariya dapat dipahami mengandung etika-etika doa sebagai berikut:Pertama: doa dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tidak mengenal putus asa dimana Zakariya melakukan doa dalam waktu yang lama dan terbukti doa itu sendiri terkabulkan setelah masa 40 tahun[10]Kedua:doa dilakukan melalui ibadah yang sangat menuntut totalitas pengabdian yaitu pada waktu munajat(shalat). [11]Ketiga: berdoa kepada Allah dilakukan dengan harap dan cemas, dalam keadaan senang maupun dan susah.  Keempat: doa dilakukan dengan khusyu', merendahkan diri dan tunduk.[12]
c)      Karakter pendidik
Karakter Zakariya digambarkan dengan sifat-sifat berikut: Pertama: memiliki kapasitas kesalehan pribadi. Hal ini dipahami dari ayat: “Dan Zakariya, Yahya, Isa dan Ilyas. semuanya Termasuk orang-orang yang shaleh”. Kedua: gemar melakukan kebaikan. Ketiga: giat melakukan doa. Keempat: tunduk kepada perintah Allah. Sifat-sifat ini sebagaimana penjelasan ayat “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami. [13]
Karakter Kelima: sangat peduli untuk membentuk generasi penerus yang berkwalitas. Hal ini sesuai dengan doanya pada ayat berikut: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". [14]Keenam: tidak pernah putus asa untuk berdoa meminta keturunan, meskipun usianya sudah tua dan istrinya mandul. Hal ini sesuai ayat: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau”. [15]
d)      Etika anak didik
Tidak ditemukan etika anak didik karena dalam al-Qur’an tidak dijelaskan bahwa Zakariya berinteraksi secara langsung dengan Yahya. Demikian pula karena pendidikan Zakariya terhadap Yahya lebih bersifat prenatal (pendidikan yang diupayakan sebelum kelahiran anak). Gambaran pendidikan post natal (setelah kelahiran anak) terhadap Yahya tidak dijumpai dalam penjelasan al-Qur’an.
Meskipun tidak ditemukan interaksi secara langsung antara Zakariya dengan Yahya, namun gambaran pribadi Yahya yang akan lahir itu dijelaskan dalam al-Qur’an. Uraian karakter Yahya ini sebagaimana ayat berikut: "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh".
Dari penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa pembentukan karakter anak didik pada masa postnatal memiliki relevansi dengan pendidikan prenatal. Pendidikan prenatal menekankan pada pembentukan dasar (karakter anak didik), dan pendidikan postnatal merupakan pengembangan dari karakter dasar tersebut. Disinilah ditekankan pentingnya sinergi antara karakter dasar dengan ajar. Pendidikan prenatal adalah setengah dari proses pengajaran anak didik.
e)      Metode pendidikan
Tidak ada relevansinya dengan metode pendidikan anak karena tidak ditemukan penjelasan dalam al-Qur’an bahwa Zakariya berinteraksi secara langsung dengan Yahya. Demikian pula karena pendidikan Zakariya terhadap Yahya lebih bersifat pendidikan prenatal dari pada pendidikan post natal. Kalaulah dipahami dari perspektif metode, yang lebih tepat adalah metode pendidikan prenatal bagi para orang tua, bukan metode pendidikan anak itu sendiri.
Metode pendidikan prenatal tentu berbeda dengan postnatal karena lebih bertumpu pada kontribusi orang tua dalam menyiapkan generasinya yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Hal ini terjadi karena pendidikan prenatal memiliki fase pada lingkup keluarga yang tidak dapat terikat dengan institusi pendidikan foramal. Sedangkan pendidikan postnatal banyak menggunakan jasa bantuan orang lain (pendidikan formal) untuk terlibat mendidik anak.

C.     Metode pendidikan islam

tûïÏ%©!$#ur šcqä9qà)tƒ $oY­/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»­ƒÍhèŒur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur šúüÉ)­FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ  
Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.(furqon:74)
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan metode mengajar ada tiga. Pertama untuk orang pintar, bil hikmah, dengan dalil. Buat orang yang sedang, pintar tidak, dibilang bodoh tidak bisa, dengan pengajaran yang baik. Dan untuk anak-anak yang masih kosong dengan bermujadalah yang baik, yaitu : lebih banyak perbuatan ketimbang ucapan. Berikan contoh kepada murid model begini. Jangan menggunakan dalil, karena belum tentu mereka mengerti dalil. Mungkin malah bisa menimbulkan salah paham gara-gara dalil. Karena itu, kepada mereka, yang paling tepat adalah memperlihatkan banyak contoh amal baik agar ditiru dan diikuti. Inilah antara lain bentuk-bentuk usaha mendidik anak agar kita melahirkan keturunan yang baik, sesuai permintaan dan do'a kita kepada Allah.[16]
Pada Surah Al-Furqan ayat 63-77 menggambarkan, bahwa ada sebelas sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Menurut Allah, orang-orang beriman yang memiliki sebelas sifat tersebut memperoleh gelar ibadurrahman, yaitu hamba-hamba Allah yang akan mendapatkan rahmat yang paling besar di sisi Allah SWT. Rahmat-rahmat Allah yang paling besar tersebut yaitu kedudukan atau derajat-derajat yang paling tinggi yang diperoleh oleh mereka di surga kelak. Dan ini adalah salah satu sifat ibbdurrahman yang dari  dijelaskan pada surat al-furqon:74
tûïÏ%©!$#ur šcqä9qà)tƒ $oY­/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»­ƒÍhèŒur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur šúüÉ)­FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ  
"Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami)” (Al-Furqan : 74)
Tentu setiap muslim, hamba Allah Yang Maha Pengasih sangat mendambakan apa yang mereka selalu panjatkan dalam doa yang diajarkan Allah di atas. Namun banyak orang tidak bisa menghayati dan menjiwai doa tersebut dengan baik, sehingga mereka salah memaknai keturunan yang dapat menyenangkan hati yang selau mereka minta dalam doa itu. Kebanyakan orang lebih condong memaknai keturunan yang menyenangkan hati itu sebagai anak cucu yang berparas ganteng atau cantik berfisik baik dan menguntungkan di kehidupan dunia bagi diri sang anak sendiri, orang tua dan keluarganya. Sehingga kita melihat sebagian kaum muslimin berbondong-bondong mendidik anak mereka untuk mendapatkan doa yang salah mereka pahami, seolah-olah anak mereka tidak akan bahagia dan tidak akan membahagiakan mereka kecuali dengan pendidikan duniawi saja. Jelas pemikiran seperti ini bersumber dari pemahaman materialis yang hanya meyakini kebahagian itu datang dari harta benda.
Belajar ilmu duniawi tidaklah haram bahkan fardhu kifayah, namun belajar ilmu duniawi bukan faktor utama untuk mendapat kebahagian dan bahkan bukan faktor utama untuk mendapatkan kekayaan. Karena pada hakekatnya kekayaan yang akan kita dapatkan sudah ditaqdirkan oleh Allah sebelum kita lahir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْل ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ َ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ        
Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عَبْدٌ لِيَمُوْتَ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ رِزْقً هُوَ لَهُ فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ
"Sesungguhnya seorang hamba tidak akan mati sampai ia mendapatkan rizki terakhirnya, oleh karena itu carilah rezeki dengan cara yang baik." (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi).
Hadits ini tetap memerintahkan kita mencari rezeki. Namun dengan jelas disebutkan ilmu dunia bukan sarat mutlak orang mendapatkan kekayaan apalagi kebahagiaan. Bahkan di kehidupan dunia ini banyak kita melihat milyarder yang bukan jebolan universitas, maka apa makna qurrata a'yun dalam doa yang diajarkan Allah di atas?
Ibnu 'Abbas (ahli tafsir sahabat Rasulullah r) berkata: "maksudnya adalah keturuanan yang mengerjakan ketaatan sehingga membahagian orang tuanya di dunia dan akhirat." [17](lihat tafsir Ibnu Katsir surat al-Furqan ayat 74).
Keturunan yang taat pada Allah akan menyenangkan orang tua dengan bakti dan pelayanannya. Akan menyejukkan hati orang tua dan keluarga dengan membacakan dan mengajarkan mereka mentadabburi al-Quran dan as-Sunnah. Keturunan yang taat pada Allah juga lebih bisa diharapkan menjaga keutuhan keluarga di atas agama yang mulia ini dan lebih bisa diharapkan doanya dikabulkan Allah untuk kebaikan orang tua dan keluarga.
Betapa bahagianya kehidupan keluarga yang diberkati Allah karena keturunannya yang taat pada Allah. Lebih bahagia lagi orang tua ketika mendapat pahala yang tak akan pernah putus karena mereka telah berhasil melahirkan anak-anak yang shalih dan taat, yang lidah mereka selalu basah dengan dzikir dan bacaan al-Quran maupun hadits.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه
“Jika anak Adam meninggal maka seluruh amal shalihnya terputus kecuali dari tiga pintu: sedekah jariyah (yang terus bisa dimanfaatkan oleh orang lain), ilmu yang bisa diambil manfaatnya (oleh orang lain) dan anak shalih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim).
Orang tua yang mendidik anaknya dengan pendidikan yang agamais di lembaga pendidikan yang mengedepankan al-Quran dan Sunnah sehingga sang anak menjadi penyeru agama Allah akan mendapatkan ketiga pintu dalam hadits di atas.
Betapa tidak, dengan hartanya, orang tua telah bersedekah menghasilkan anak yang bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat muslim. Dengan usahanya, orang tua telah menanam ilmu dalam diri anaknya, ilmu yang bermanfaat untuk kaum muslimin. Dengan usahanya, orang tua akan selalu mendapatkan doa anaknya yang shalih.
Bahkan setiap ibadah yang dikerjakan oleh anak yang shalih dan murid-murid yang berguru pada anaknya yang shalih, orang tuapun akan mendapat bagian pahala tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلى هُدىً كَانَ لَهُ مِنَ الأَجرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيئاً
"Barang siapa yang mengajak pada petunjuk maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya. Dan hal tersebut tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun." (HR. Muslim).
Mengajak dalam hadits tersebut termasuk mengajak pada sebab-sebab untuk mendapat petunjuk baik dengan perkataan maupun harta. Seperti mengajak dan memerintahkan anak unuk sekolah di lembaga yang mengedepankan pelajaran agama menurut al-Quran dan Sunnah sesuai dengan pengamalan Rasulullah dan para sahabat beliau.setiap orang  yang punya keturunan memiliki pula kesempatan untuk mendapat kebahagian dunia dan akhirat ini.
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 šú÷üt/ Ïm÷ƒytƒ z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( Ÿwur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãŠsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tFøƒrB ÇÍÑÈ  
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,(QS. Al-Maidah: 48)
Dan ingat kebahagian dan kekayaan bukan terletak pada banyaknya harta. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ الْغِنَى لَيْسَ عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
"Wahai manusia, sesungguhnya kekayaan itu bukan dari kekayaan harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan jiwa." (HR. Abu Ya'la).

D.    Konsep Perencanaan Dan Implikasinya Terhadap Manajemen Pendidikan Islam

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk merencanakan segala kegiatannya, sebagaimana dijelaskan dalam ayat dibawah ini
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.( al-hasyr:18)
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa perlunya perlunya perencanaan untuk masa depan, apakah untuk diri sendiri, pemimpin keluarga, lembaga, masyarakat maupun sebagai pemimpin Negara.
Dari kutipan tersebut dapat dicermati bahwa perencanaan adalah proses yang berkelanjutan, bertahap dan tertata rapi. Artinya perencanaan tidak bersifat mutlak, kaku tetapi ada peluang untuk perbaikan dan sisipan kebijakan baru. Dengan demikian perencanaan adalah proses yang berkelanjutan dalam rangka menyempurnakan aktifitas untuk mewujudkan tujuan bersama.
Dari gambaran tersebut di atas, maka penulis menggunakan pendekatan intrepretasi (penafsiran) atas beberapa tokoh berdasarkan surat (Qs.Al-Hasyr:18) kemudian mengaitkan dengan manajemen pendidikan islam.
Soejitno Irmin dalam buku Kepemimpinan Melalui Asmaul Husna manafsirkan atas ayat tersebut bahwa: Allah sebagai pencipta, Allah sebagai Perencana semua makhluk ciptaannya, Allah adalah Maha Merencanakan, Al-Bari, sifat tersebut menjadi inspirasi bagi umat islam terutama para manajer. Karena pada dasarnya manajer yang harus mempunyai banyak konsep tetang manajemen termasuk di dalamnnya perencanaan pemimpin yang mempunyai visi dan misi, dan membangun kedua hal tersebut agar berjalan sesuai dengan tujuan bersama. Visi dan misi merupakan hasil dari perencanaan yang baik dan matang[18]
Al-Ghozali menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : bahwa manusia diperintahkan untuk memperbaiki dirinya, untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, dimana proses kehidupan manusia tidak boleh sama dengan kehidupan yang sebelumnya (kemaren), disamping itu kata perhatikanlan menurut Iman Al-Ghazali mengandung makna bahwa manusia harus memperhatikan dari setiap perbuatan yang dia kerjakan, serta harus mempersiapkan diri (merencanakan) untuk selalu berbuat yang terbaik demi hari esok[19]
ImamAl-Jauhary; menafsirkan ayat tersebut sebagai salah satu bentuk dari manusia untuk selalu intropeksi diri atas segala sesuatu yang dia perbuat, perbuatan manusia harus difikirkan (direncanakan) agar tidak rugi dalam hidupnya sehingga beliau menafsirkan Surat Al-Hasyr Ayat 18 tersebut dengan surat At-Tinn yaitu sebagai berikut :
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ   ¢OèO çm»tR÷ŠyŠu Ÿ@xÿór& tû,Î#Ïÿ»y ÇÎÈ   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßgn=sù íô_r& çŽöxî 5bqãYøÿxE ÇÏÈ   $yJsù y7ç/Éjs3ムß÷èt/ ÈûïÏe$!$$Î/ ÇÐÈ    
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka Apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? ( At-tin 4-7)
Manusia harus kembali ke Tuhan-Nya dengan selamat dan sejahtera proses selamat tersebut hatus dimulai dari dunia ini yang diujudkan dengan tingakah laku yang baik, sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat Al-Hasyr ayat 18 tersebut yaitu Kata:” hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dalam surat tersebut,”dan kata itu menekankan adanya perencanaan yang baik dalam diri manusia atas segala tindakan selama didunia sehingga ia akan mendapatkan keselamatan diakhirat nanti.
Choiruddin Hadhiri. SP, dalam bukunya “Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an”, menyatakan : “ Dalam setiap langkah gerak , manusia harus instrospeksi memperhatikan apa-apa yang telah diperbuatnya untuk kebaikan masa depan, dengan kata lain berarti manusia harus memiliki rencana, sehingga manusia hidupnya terarah dan tidak terjerumus ke lubang yang sama”.[20]
Quraish Shihab dalamnya tafsir “al-Misbah”, dari ayat tersebut mengenai perencanaan beliau mengatakan bahwa kata wantandur’ nafsuma koddamat liqe’dim mempunyai arti bahwa manusia harus menfirirkan terhadap dirinya dan merencanakan dari segala apa yang menyertai perbuatan selama hidupnya, sehingga ia akan memperoleh kenikmatan dalam kehidupan ini. Jika proses perencanaan telah dilakukan oleh Allah semenjak penciptaan manusia.[21]
Sebagaimana yang tersurat dalam Q.S Al-Baqaraah Ayat 30: yang berbunyi :
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” ( Surat Al-Baqarah, Ayat : 30 )
Dari persepektif penafsirat ayat dengan ayat tersebut megandung makna bahwa manusia juga diwajibkan untuk merencanakan apa yang dia perbuat.
Syekh Abdul Halim Hasan Binjai dalam kitabnya Tafsir Al-Ahkam menjelaskan bahwa manusia yang baik adalah dia yang selalu menfikirkan dari apa yang dia kerjakan untuk hari ini dan yang akan datang (besok), karena manusia telah diberikan akal maka dengan akalya itu kemudian ia memfikirkan atas segala yang dia perbuat.[22]
Imam Mawardi; mendefinisikan atas surat tersebut sebagai wujud keberadaan manusia didunia, sebagai manusia yang selalu berinteraksi dengan manusia lainya maka ia selalu berfikir untuk selalu berbuat baik atas dari apa yang dia kerjakan,[23]
Imam Bukhari menafsirkan berdasarkan ayat 18 surat Al-Hasyr: seorang muslim yang baik adalah mereka yang selalu berfikir untuk hari esok yang lebih baik, ia tidak lagi melihat masa lampau, dengan demikian ia berusaha mengerjakan amal yang baik demi masa depan (akhirat)
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsir Fii Zhilaalil Quran bahwa sesungguhnya apa yang dijelaskan berdasarkan Surat Al-Hasyr Ayat 18 mengandung sebuah pemahaman yang meliputi:
·         Setiap seorang muslim sejati ia akan selalu mengerjakan amal perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kemaslahatan dan meninggalkan sesuatu yang membuat dia merugikan dirinya sendiri.
·         Sebagai seorang islam yang berpegang pada Al-Qur’an ia selalu berlandaskan kepadanya dalam melangkah, artinya ia selalu berfikir untuk berbuat baik bagi orang banyak.[24]
Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H), beliau mengatakan atau menafsirkan berdasarkan ayat tersebut diatas bahwa: merencanakan sesuatu demi kemaslahatan orang banyak harus dimuali dari dirinya sendiri, kata hari esok (akhirat ) difahami bahwa apa yang direncanakan harus membawa kepada kebahagiaan untuk masa depan (akhirat)
Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M) dalam tafsir al-Manar mengatakan bahwa manusia harus mempunyai tujuan dalam hidupnya sehingga arah dan tujuan manusia menjadi jelas. Kata rencana menurut Rasyid Ridha dipahami sebagai persiapan manusia untuk mempersiapkan diri menuju kehadiratNya. Manusia yang mempunyai tujuan melalui perencanaan yang baik akan memperjelas pandangan dari perjalanan hidupnya, demikian beliau mengatatakannya.[25]
Dari penjelasan dan penafsiran tersebut dan implikasinya terhadap manajemen pendidikan islam (MPI) akan memberikan pemahaman bahwa proses perencanaan yang baik berlandaskan pendekatan agama pada Surat Al-Hasyr Ayat 18 dapat menciptakan proses menajememen yang baik (ideal). Perencanaan (actuiting) dalam menajemen adalah landasan utama untuk mencapai sebuah tujuan yang baik, tujuan dapat tercapai apabila dilandasi dengan sebuah perencanaan yang baik pula, sehingga apa yang menjadi tujuan dari sebuah perencanaan tersebut dapat tercapai dengan baik pula. Proses dari manajemen yang baik adalah diawali dengan sebuah perencanaan yang baik pula, sehingga apapun tujuan itu dapat tercapai pula. 
Perencanaan merupakan proses untuk menentukan kemana harus melangkah dan mengidentifikasi berbagai persyaratan yang dibutuhkan dengan cara efektif dan efesien, sehingga perencanaan sesuai yang diinginkan dalam Surat Al-Hasyr, ayat :18, mengandung enam pokok pikiran yaitu, pertama perencaaan melibatkan proses penentapan keadaan masa depan yang diinginkan. Kedua, keadaan masa depan yang diinginkan dibandingkan dengan kenyataan sekarang, sehingga dapat dilihat kesenjangannya. Ketiga, untuk menutup kesenjangan perlu dilakukan usaha-usaha. Keempat, uasaha untuk menutup kesenjangan tersebut dapat dilakukan derngan berbagai ikhtiar dan alternative. Kelima, perlu pemilihan alternative yang baik, dalam hal ini mencakup efektifitas dan efesiensi. Keenam, alternative yang sudah dipilih hendaknya diperinci sehingga dapat menajdi petunjuk dan pedoman dalam pengambilan keputusan maupun kebijaksanaan.
Perencanaan adalah sesuatu yang penting sebelum melakukan sesuatu yang lain. Perencanaan dianggap penting karena akan menjadi penentu dan ketercapaian tujuan. Penjelasan ini makin menguatkan alasan akan posisi stragetis perencanaan dalam sebuah lembaga dalam perencanaan merupakan proses yang dikerjakan oleh seseorang manajer dalam usahanya untuk mengarahkan segala kegiatan untuk meraih tujuan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami perencanaan menentukan berhasil tidaknya suatu program, program yang tidak melalui perencanaan yang baik cenderung gagal. Dalam arti kegiatan sekecil dan sebesar apapun jika tanpa ada perencanaan kemungkinan besar berpeluang untuk gagal.
Hal tersebut juga berlaku dalam sebuah lembaga, seperti lembaga pendidikan, lebih khusus lembaga pendidikan Islam. Lembaga pendidikan yang tidak mempunyai perencanaan yang baik akan mengalami kegagalan. Hal ini tentunya makin memperjelas posisi perencanaan dalam sebuah lembaga.
Untuk memperlancar jalannya sebuah lembaga diperlukan perencanaan, dengan perencanaan akan mengarahkan lembaga tersebut menuju tujuan yang tepat dan benar menurut tujuan lembaga itu sendiri. Artinya perencanaan memberi arah bagi ketercapaian tujuan sebuah system, karena pada dasarnya system akan berjalan dengan baik jika ada perencanaan yang matang. Perencanaan dianggap matang dan baik jika memenuhi persyaratan dan unsur-unsur dalam perencanaan itu sendiri.
Perencanaan mempunyai makna yang komplek, perencanaan didefinisikan dalam berbagai bentuk tergantung dari sudut pandang, latar belakang yang mempengaruhinya dalam mendefinisikan pengertian perencanaan. Di antara definisi tersebut adalah sebagai berikut: Menurut prajudi Atmusudirjo perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana. Bintoro Tjokroamidjojo menyatakan bahwa perencanaan dalam arti luas adalah proses memprsiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. [26]Sedangkan menurut Muhammad Fakri perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Lebih lanjut Muhammad Fakri menyatakan bahwa perencanaan dapat juga dikatakan sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan
Uraian tersebut, memperjelas bahwa perencanaan berkaitan dengan pemilihan dan penentuan kebijakan tertentu. Harjanto memberi komentar terhadap pendapat Kaufman bahwa perencanaan merupakan proses untuk menentukan kemana harus melangkah dan mengidentifikasi berbagai persyaratan yang dibutuhkan dengan cara efektif dan efesien. Harjanto menyatakan bahwa perencanaan mengandung enam pokok pikiran yaitu, pertama perencaaan melibatkan proses penentapan keadaan masa depan yang diinginkan. Kedua, keadaan masa depan yang diinginkan dibandingkan dengan kenyataan sekarang, sehingga dapat dilihat kesenjangannya. Ketiga, untuk menutup kesenjangan perlu dilakukan usaha-usaha. Keempat, uasaha untuk menutup kesenjangan tersebut dapat dilakukan derngan berbagai usaha dan alternative. Kelima, perlu pemilihan alternative yang baik, dalam hal ini mencakup efektifitas dan efesiensi. Keenam, alternative yang sudah dipilih hendaknya diperinci sehingga dapat menajdi petunjuk dan pedoman dalam pengambilan kebijakan
Kesimpulan:
Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama  muslim yg memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dgn nilai-nilai Islam dan bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yg bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adl mewujudkan tujuan ajaran Allah
 Sumber:
Al-Mawardi, Imam, Tafsir Fi Zhilalil.
Az-Zarqani, Manahilul Irfan,
Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, Gema Insani, Jakarta, 2005.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1979.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 28, Yayasan Latimojong, Surabaya,1989.
Hasan Binjai,Syekh H. Abdul Halim, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta, Kencana, 2006.
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2997.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002.
Rasyid Ridlo, Tafsir Al-Manar,
Sayyid Quth, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta, Gema Insani, 2001.
Kontjaraningrat, Pengantar Antropologi ( Jakarta: Universitas Press, 1996), 101.
Sayyid Qutb, Fi Zilal al-Qur’an, vol.  12, (Tp. Dar Ihya’ al-Turath, tt) 179
Abu al-Fida’, Tafsir al-Qur’an al-‘adim, Juz 1, 480.


[1] al-Tabari, Jami’, juz 3, 237.
[2] al-Tabari, Jami’, juz 3, 237.
[3] Abu al-Fida’, Tafsir al-Qur’an al-‘adim, Juz 1, 480.
[4] al-Qur’an, 3 (Ali ‘Imran): 38.
[5] al-Qur’an, 21 (al-Anbiya ‘): 89.
[6] al-Qur’an, 19 (Maryam): 3-6.
[7] al-Qur’an, 3 (Ali ‘Imran): 38.
[8] al-Qur’an, 14 (Ibrahim): 39.
[9] al-Tabari, Jami’, juz 3, 237.
[10] Ruh al-ma’ani, Juz 3, 145.
[11] al-Tabari, Jami’, juz 3, 237.
[12] al-Qurtubi, al-Jami’, juz 11, 294.
[13] Ibid, 21 (al-Anbiya‘): 90.
[14] Ibid, 3 (Ali ‘Imran): 38.
[15] Ibid, 19 (Maryam): 3-6.
[16] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2997.

[17] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2997.

[18] Irmin, Soejitno. Kepemimpinan Melalui Asmaul Husna
[19] Abu al-Fida’, Tafsir al-Qur’an al-‘adim, Juz 1, 480.
[20] Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, Gema Insani, Jakarta, 2005.
[21] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002.
[22] Hasan Binjai,Syekh H. Abdul Halim, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta, Kencana, 2006.
[23] Al-Mawardi, Imam, Tafsir Fi Zhilalil.
[24] Sayyid Quth, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta, Gema Insani, 2001.
[25] Rasyid Ridlo, Tafsir Al-Manar,

[26] Kontjaraningrat, Pengantar Antropologi pendidikan ( Jakarta: Universitas Press, 1996), 101.