Strategi Pendidikan islami
Pendahuluan
Merujuk kepada informasi
al-Qur’an, pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini, bukan hanya
terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik
Yang Maha Agung, Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan akan
menjadi satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukan
kepribadian yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya
menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas
penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada
pembentukan keribadian yang utuh dan bulat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
ayat-ayat dibawah ini:
ÎoTÎ)ur àMøÿÅz uÍ<ºuqyJø9$# `ÏB Ïä!#uur ÏMtR$2ur ÎAr&tøB$# #\Ï%%tæ ó=ygsù Í< `ÏB Rà$©! $wÏ9ur ÇÎÈ
5. Dan
Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku
adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang
putera, ".(maryam:5)
tûïÏ%©!$#ur cqä9qà)t $oY/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»Íhèur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur úüÉ)FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ
74.
dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami
isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan
Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.(furqon:74)
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès?
ÇÊÑÈ
18.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.( al-hasyr:18)
A. Pengertian pendidikan islam
Pendidikan Islam
yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu
bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yg memiliki
nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan
nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dgn nilai-nilai Islam.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yg bertujuan membentuk individu menjadi
makhluk yg bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi
pendidikan adl mewujudkan tujuan ajaran Allah (Djamaluddin 1999: 9).
Menurut
Hasan Langgulung yg dikutip oleh Djamaluddin (1999) Pendidikan Islam ialah
pendidikan yg memiliki empat macam fungsi yaitu :
·
Menyiapkan
generasi muda utk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa
yg akan datang. Peranan ini berkaitan erat dgn kelanjutan hidup masyarakat
sendiri.
·
Memindahkan
ilmu pengetahuan yg bersangkutan dgn peranan-peranan tersebut dari generasi tua
kepada generasi muda.
·
Memindahkan
nilai-nilai yg bertujuan utk memilihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yg
menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban.
·
Mendidik
anak agar beramal di dunia ini utk memetik hasil di akhirat.
An-Naquib Al-Atas yg dikutip oleh Ali mengatakan pendidikan
Islam ialah usaha yg dialakukan pendidik terhadap anak didik utk pengenalan dan
pengakuan tempat-tempat yg benar dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat
Tuhan yg tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan (1999: 10 ).
Adapun Mukhtar Bukhari yg dikutip oleh Halim Soebahar
mengatakan pendidikan Islam adl seganap kegiatan yg dilakukan seseorang atau
suatu lembaga utk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa dan
keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yg mendasarkan program pendidikan atau
pandangan dan nilai-nilai Islam (2002: 12).
Pendidikan Islam adl jenis
pendidikan yg pendirian dan penyelenggaraan didorong oleh hasrat dan semangat
cita-cita utk mengejewantahkan nilai-nilai Islam baik yg tercermin dalam nama
lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yg diselenggarakan (Soebahar 2002: 13).
B.
Interaksi Pendidikan dalam al-Qur’an
ÎoTÎ)ur àMøÿÅz uÍ<ºuqyJø9$# `ÏB Ïä!#uur ÏMtR$2ur ÎAr&tøB$# #\Ï%%tæ ó=ygsù Í< `ÏB Rà$©! $wÏ9ur ÇÎÈ
5. Dan
Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku
adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang
putera, ".(maryam:5)
Yang dimaksud oleh Zakariya dengan “mawali”
dalam kitab al-Tabari, ialah orang-orang yang akan mengendalikan dan
melanjutkan urusannya sepeninggalnya. Yang dikhawatirkan Zakariya ialah kalau
mereka tidak dapat melaksanakan urusan itu dengan baik, karena tidak seorangpun
diantara mereka yang dapat dipercayainva, oleh sebab itu Dia meminta
dianugerahi seorang anak. Doa Zakariya dalam ayat tersebut menurut al-Tabari
dilakukan ketika semangatnya bangkit, lalu shalat dan dalam shalatnya berdo’a
meminta keturunan. [1]
Al-Tabari dengan menukil riwayat Abu Ja’far
menjelaskan bahwa do’a Zakariya meminta keturunan dipengaruhi oleh peristiwa
yang terjadi terhadap Maryam. Peristiwa itu ialah ketika Zakariya melihat
maryam tanpa perantara manusia tiba-tiba mendapat rizki dari Allah berupa
buah-buahan/ kurma dihidangkan dihadapannya yang berbuah tidak pada musimnya.
Anugrah luar biasa seperti ini menyebabkan Zakariya berharap terjadi pada
dirinya dalam wujud anak, di saat usianya sudah tua dan istrinya yang mandul.
Zakariya sangat berharap keajaiban yang terjadi pada maryam terjadi pada
dirinya, berupa keturunan yang baik. Oleh karena itu, Zakariya bangkit
semangatnya, lalu shalat dan dalam shalatnya berdo’a meminta keturunan. [2]
Menurut riwayat Musa dari ‘Umar dari Asbat dari al-Sadi
berkata: ketika Zakariya mendapati Maryam mendapat anugrah buah-buahan luar
biasa, kemudian bersemangat untuk memint anugrah anak kepada Allah.
Selanjutnya, Zakariya shalat dan berdo’a dengan tiga do’a pada Surat maryam
ayat 4-6, Ali Imran: 38, dan al-Anbiya: 89.[3]
Ketika Zakariya menyaksikan maryam mendapat anugrah
rizki buah-buahan dari dua musim yang bukan pada waktunya, maka bertambah kuat
harapannya untuk mendapatkan anak, meskipun usianya telah tua renta dan
istrinya juga mandul. Meskipun demikian dengan penuh
keyakinan berdoa kepada Allah meminta keturunan anak yang saleh, karena
sesungguhnya Allah maha mendengarkan doa.
Kisah
Zakariya secara intensif menggambarkan interaksi transendental kepada Allah.
Zakariya secara diplomatis memohon kepada Allah untuk diberi keturunan yang
dapat mewarisinya. Namun demikian, jika Allah tidak mengabulkan permohonan do’a
ini, Zakariya tetap bertawakal kepada Allah. Yang terjadi kemudaian adalah
Allah menyuruh malaikat untuk memeberitakan doanya terkabulkan.
çmø?y$oYsù èps3Í´¯»n=yJø9$# uqèdur ÖNͬ!$s% Ìj?|Áã Îû É>#tósÏJø9$# ¨br& ©!$# x8çÅe³u;ã 4ÓzósuÎ/ $P%Ïd|ÁãB 7pyJÎ=s3Î/ z`ÏiB «!$# #YÍhyur #YqÝÁymur $wÎ;tRur z`ÏiB tûüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÌÒÈ
39. Kemudian malaikat (Jibril) memanggil
Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya):
"Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang
puteramu) Yah}ya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi
ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan
orang-orang saleh".(Ali imron:39)
Yakni,
malaikat memberitahu secara lisan kepada Zakariya yang dapat didengarnya
ketika sedangsalat
di mihrab tempat khalwat dan bermunajat
kepada Allah. Isi pemberitahuan malaikat bahwa “Allah menggembirakan kamu
dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya”, Yahya ini menurut riwayat Qatadah
anak kandung Zakariya sendiri. Menurut riwat lainya, anak yang diberikan Allah
kepada Zakariya bernama Yahya karena Allah karena kekuatan iman Zakariya akan memiliki
anak sangat tinggi. Yahya ini kelak yang pertama kali membenarkan kerasulan Isa
(pendapat al-Rabi’ bin Annas). Sedangkan menurut Ibn ‘Abbas, Yahya dan Isa
adalah dua anak bibinya Zakariya. Ibu Yahya berkata kepada maryam: “saya
merasakan kandungan saya nanti bersujud kepada kandunganmu. Pembenaran Yahya
kepada Isa sudah terjadi sejak dalam kandungan. Yahyalah yang pertama kali
membenarkan kerasulan Isa. [4]
a)
Tujuan pendidikan
Sebagaimana telah
dijelaskan di atas, bahwa pendidikan anak yang dilakukan Zakariya ini
menekankan pada konsep prenatal, karena tidak dijumpai interaksi secara riil
kepada Yahya. Al-Qur’an menjelaskan bagaimana usaha Zakariya di usia senja
untuk mendapatkan keturunan. Dengan penuh keyakinan, Zakariya melakukan usaha
terus-menerus dengan berdoa kepada Allah. Melalui kekuatan doa itulah akhirnya
Allah mengabulkan permintaannya.
Hal ini secara implisit
berarti memberikan contoh pendidikan pada para orang tua, bagaimana melakukan
usaha mendapatkan anak yang saleh. Tujuan pendidikan bukan diperuntukkan bagi
anak didik, tetapi ditujukan pada orang tua bagaimana prosesi memperoleh
generasi saleh ternyata dilalui jauh sebelum kelahiran anak itu sendiri.
Signifikansinya, pendidikan prenatal menjadi bagian integral dalam pendidikan
anak. Namun pada realitasnya, hal ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Terbukti
belum ada semisal lembaga pendidikan khusus yang disediakan untuk membekali
calon suami atau istri yang akan melangsungkan pernikahan. Juga belum terbangun
kesadaran para calon mempelai tersebut untuk mengkaji bagaimana sesungguhnya
menyiapkan rumah tangga dan menciptakan generasi penerus yang berkwalitas.
b) Materi
pendidikan
Pendidikan Zakariya ini
memiliki relevansi terhadap orang tua karena pada intinya menekankan materi
pendidikan prenatal. Materi pendidikan prenatal dimaksudkan ialah tentang upaya
meminta anak saleh diantaranya melalui berdoa. Doa yang dilakukkan Zakariya
dalam rangka meminta anak saleh memiliki tiga bentuk yang terdapat pada
ayat berikut. Pertama: "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan
aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling Baik”. [5]Kedua:
"Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah
ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya
Tuhanku. Dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang
isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau
seorang putera, Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub;
dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai". [6]Ketiga:
"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".[7]
Menurut penjelasan para
ahli tafsir, do’a Zakariya ini mengikuti jejak doa ibrahim. ibrahim memuji
Allah yang telah menganugerahkan Isma’il dan Ishaq kepadanya. [8]Al-Tabari dengan menukil
riwayat Abu Ja’far menjelaskan bahwa do’a Zakariya meminta keturunan
dipengaruhi oleh peristiwa besar yang dilihatnya terjadi pada Maryam. Peristiwa
itu berupa buah-buahan/ kurma dihidangkan dihadapannya yang berbuah tidak pada
musimnya. Anugrah luar biasa seperti ini menyebabkan Zakariya berharap terjadi
pada dirinya dalam wujud anak, di saat usianya sudah tua dan istrinya yang
mandul[9].
Do’a yang dilakukan
Zakariya dapat dipahami mengandung etika-etika doa sebagai berikut:Pertama:
doa dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tidak mengenal putus asa dimana
Zakariya melakukan doa dalam waktu yang lama dan terbukti doa itu sendiri
terkabulkan setelah masa 40 tahun[10]. Kedua:doa
dilakukan melalui ibadah yang sangat menuntut totalitas pengabdian yaitu pada
waktu munajat(shalat). [11]Ketiga:
berdoa kepada Allah dilakukan dengan harap dan cemas, dalam keadaan senang
maupun dan susah. Keempat: doa dilakukan dengan khusyu',
merendahkan diri dan tunduk.[12]
c) Karakter
pendidik
Karakter Zakariya digambarkan
dengan sifat-sifat berikut: Pertama: memiliki kapasitas
kesalehan pribadi. Hal ini dipahami dari ayat: “Dan Zakariya, Yahya, Isa dan
Ilyas. semuanya Termasuk orang-orang yang shaleh”. Kedua: gemar
melakukan kebaikan. Ketiga: giat melakukan doa. Keempat:
tunduk kepada perintah Allah. Sifat-sifat ini sebagaimana penjelasan ayat
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.
[13]
Karakter Kelima:
sangat peduli untuk membentuk generasi penerus yang berkwalitas. Hal ini sesuai
dengan doanya pada ayat berikut: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau
seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". [14]Keenam:
tidak pernah putus asa untuk berdoa meminta keturunan, meskipun usianya sudah
tua dan istrinya mandul. Hal ini sesuai ayat: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya
tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah
kecewa dalam berdoa kepada Engkau”. [15]
d) Etika
anak didik
Tidak ditemukan etika anak
didik karena dalam al-Qur’an tidak dijelaskan bahwa Zakariya berinteraksi
secara langsung dengan Yahya. Demikian pula karena pendidikan Zakariya terhadap
Yahya lebih bersifat prenatal (pendidikan yang diupayakan sebelum kelahiran
anak). Gambaran pendidikan post natal (setelah kelahiran anak) terhadap Yahya
tidak dijumpai dalam penjelasan al-Qur’an.
Meskipun tidak ditemukan
interaksi secara langsung antara Zakariya dengan Yahya, namun gambaran pribadi
Yahya yang akan lahir itu dijelaskan dalam al-Qur’an. Uraian karakter Yahya ini
sebagaimana ayat berikut: "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran
(seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah,
menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk
keturunan orang-orang saleh".
Dari penjelasan di atas
dapat ditegaskan bahwa pembentukan karakter anak didik pada masa postnatal
memiliki relevansi dengan pendidikan prenatal. Pendidikan prenatal menekankan
pada pembentukan dasar (karakter anak didik), dan pendidikan postnatal
merupakan pengembangan dari karakter dasar tersebut. Disinilah ditekankan
pentingnya sinergi antara karakter dasar dengan ajar. Pendidikan prenatal
adalah setengah dari proses pengajaran anak didik.
e) Metode
pendidikan
Tidak ada relevansinya dengan metode
pendidikan anak karena tidak ditemukan penjelasan dalam al-Qur’an bahwa
Zakariya berinteraksi secara langsung dengan Yahya. Demikian pula karena pendidikan
Zakariya terhadap Yahya lebih bersifat pendidikan prenatal dari pada pendidikan
post natal. Kalaulah dipahami dari perspektif metode, yang lebih tepat adalah
metode pendidikan prenatal bagi para orang tua, bukan metode pendidikan anak
itu sendiri.
Metode pendidikan
prenatal tentu berbeda dengan postnatal karena lebih bertumpu pada kontribusi
orang tua dalam menyiapkan generasinya yang tidak dapat dilakukan oleh orang
lain. Hal ini terjadi karena pendidikan prenatal memiliki fase pada lingkup
keluarga yang tidak dapat terikat dengan institusi pendidikan foramal.
Sedangkan pendidikan postnatal banyak menggunakan jasa bantuan orang lain
(pendidikan formal) untuk terlibat mendidik anak.
C.
Metode
pendidikan islam
tûïÏ%©!$#ur cqä9qà)t $oY/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»Íhèur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur úüÉ)FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ
Dan orang-orang
yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami
dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.(furqon:74)
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan metode
mengajar ada tiga. Pertama untuk orang pintar, bil hikmah, dengan dalil. Buat
orang yang sedang, pintar tidak, dibilang bodoh tidak bisa, dengan pengajaran
yang baik. Dan untuk anak-anak yang masih kosong dengan bermujadalah yang baik,
yaitu : lebih banyak perbuatan ketimbang ucapan. Berikan contoh kepada murid
model begini. Jangan menggunakan dalil, karena belum tentu mereka mengerti
dalil. Mungkin malah bisa menimbulkan salah paham gara-gara dalil. Karena
itu, kepada mereka, yang paling tepat adalah memperlihatkan banyak contoh amal
baik agar ditiru dan diikuti. Inilah antara lain bentuk-bentuk usaha mendidik
anak agar kita melahirkan keturunan yang baik, sesuai permintaan dan do'a kita
kepada Allah.[16]
Pada Surah Al-Furqan ayat 63-77 menggambarkan,
bahwa ada sebelas sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Menurut
Allah, orang-orang beriman yang memiliki sebelas sifat tersebut memperoleh
gelar ibadurrahman, yaitu hamba-hamba Allah yang akan mendapatkan rahmat
yang paling besar di sisi Allah SWT. Rahmat-rahmat Allah yang paling besar
tersebut yaitu kedudukan atau derajat-derajat yang paling tinggi yang diperoleh
oleh mereka di surga kelak. Dan ini adalah salah satu sifat ibbdurrahman yang
dari dijelaskan pada surat al-furqon:74
tûïÏ%©!$#ur cqä9qà)t $oY/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»Íhèur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur úüÉ)FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ
"Ya
Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami
sebagai penyenang hati (Kami)” (Al-Furqan : 74)
Tentu
setiap muslim, hamba Allah Yang Maha Pengasih sangat mendambakan apa yang
mereka selalu panjatkan dalam doa yang diajarkan Allah di atas. Namun banyak
orang tidak bisa menghayati dan menjiwai doa tersebut dengan baik, sehingga
mereka salah memaknai keturunan yang dapat menyenangkan hati yang selau mereka
minta dalam doa itu. Kebanyakan orang lebih condong memaknai keturunan yang
menyenangkan hati itu sebagai anak cucu yang berparas ganteng atau cantik
berfisik baik dan menguntungkan di kehidupan dunia bagi diri sang anak sendiri,
orang tua dan keluarganya. Sehingga kita melihat sebagian kaum muslimin
berbondong-bondong mendidik anak mereka untuk mendapatkan doa yang salah mereka
pahami, seolah-olah anak mereka tidak akan bahagia dan tidak akan membahagiakan
mereka kecuali dengan pendidikan duniawi saja. Jelas pemikiran seperti ini
bersumber dari pemahaman materialis yang hanya meyakini kebahagian itu datang
dari harta benda.
Belajar
ilmu duniawi tidaklah haram bahkan fardhu kifayah, namun belajar ilmu duniawi
bukan faktor utama untuk mendapat kebahagian dan bahkan bukan faktor utama
untuk mendapatkan kekayaan. Karena pada hakekatnya kekayaan yang akan kita
dapatkan sudah ditaqdirkan oleh Allah sebelum kita lahir. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ
أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْل ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً
مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ،
وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ َ بِكَتْبِ
رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ
Sesungguhnya setiap kalian
dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat
puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari,
kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus
kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan
untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan
kecelakaan atau kebahagiaannya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda:
فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عَبْدٌ لِيَمُوْتَ حَتَّى يَبْلُغَ
آخِرَ رِزْقً هُوَ لَهُ فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ
"Sesungguhnya seorang hamba
tidak akan mati sampai ia mendapatkan rizki terakhirnya, oleh karena itu
carilah rezeki dengan cara yang baik." (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi).
Hadits
ini tetap memerintahkan kita mencari rezeki. Namun dengan jelas disebutkan ilmu
dunia bukan sarat mutlak orang mendapatkan kekayaan apalagi kebahagiaan. Bahkan
di kehidupan dunia ini banyak kita melihat milyarder yang bukan jebolan
universitas, maka apa makna qurrata a'yun dalam doa yang diajarkan Allah di
atas?
Ibnu
'Abbas (ahli tafsir sahabat Rasulullah r) berkata: "maksudnya adalah
keturuanan yang mengerjakan ketaatan sehingga membahagian orang tuanya di dunia
dan akhirat." [17](lihat
tafsir Ibnu Katsir surat al-Furqan ayat 74).
Keturunan
yang taat pada Allah akan menyenangkan orang tua dengan bakti dan pelayanannya.
Akan menyejukkan hati orang tua dan keluarga dengan membacakan dan mengajarkan
mereka mentadabburi al-Quran dan as-Sunnah. Keturunan yang taat pada Allah juga
lebih bisa diharapkan menjaga keutuhan keluarga di atas agama yang mulia ini
dan lebih bisa diharapkan doanya dikabulkan Allah untuk kebaikan orang tua dan
keluarga.
Betapa
bahagianya kehidupan keluarga yang diberkati Allah karena keturunannya yang
taat pada Allah. Lebih bahagia lagi orang tua ketika mendapat pahala yang tak
akan pernah putus karena mereka telah berhasil melahirkan anak-anak yang shalih
dan taat, yang lidah mereka selalu basah dengan dzikir dan bacaan al-Quran
maupun hadits.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ
ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُو لَه
“Jika
anak Adam meninggal maka seluruh amal shalihnya terputus kecuali dari tiga
pintu: sedekah jariyah (yang terus bisa dimanfaatkan oleh orang lain), ilmu
yang bisa diambil manfaatnya (oleh orang lain) dan anak shalih yang selalu
mendoakannya.” (HR. Muslim).
Orang
tua yang mendidik anaknya dengan pendidikan yang agamais di lembaga pendidikan
yang mengedepankan al-Quran dan Sunnah sehingga sang anak menjadi penyeru agama
Allah akan mendapatkan ketiga pintu dalam hadits di atas.
Betapa
tidak, dengan hartanya, orang tua telah bersedekah menghasilkan anak yang
bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat muslim. Dengan usahanya, orang tua
telah menanam ilmu dalam diri anaknya, ilmu yang bermanfaat untuk kaum
muslimin. Dengan usahanya, orang tua akan selalu mendapatkan doa anaknya yang
shalih.
Bahkan
setiap ibadah yang dikerjakan oleh anak yang shalih dan murid-murid yang
berguru pada anaknya yang shalih, orang tuapun akan mendapat bagian pahala
tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلى هُدىً كَانَ لَهُ مِنَ الأَجرِ مِثْلُ أُجُورِ
مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيئاً
"Barang siapa yang mengajak
pada petunjuk maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang
mengikutinya. Dan hal tersebut tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun."
(HR. Muslim).
Mengajak
dalam hadits tersebut termasuk mengajak pada sebab-sebab untuk mendapat
petunjuk baik dengan perkataan maupun harta. Seperti mengajak dan memerintahkan
anak unuk sekolah di lembaga yang mengedepankan pelajaran agama menurut
al-Quran dan Sunnah sesuai dengan pengamalan Rasulullah dan para sahabat
beliau.setiap orang yang punya keturunan
memiliki pula kesempatan untuk mendapat kebahagian dunia dan akhirat ini.
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 ú÷üt/ Ïm÷yt z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( wur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷Å° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tFørB ÇÍÑÈ
Dan
Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,(QS. Al-Maidah: 48)
Dan ingat kebahagian dan kekayaan
bukan terletak pada banyaknya harta. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ الْغِنَى لَيْسَ عَنْ كَثْرَةِ
الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
"Wahai manusia, sesungguhnya
kekayaan itu bukan dari kekayaan harta, akan tetapi kekayaan itu adalah
kekayaan jiwa." (HR. Abu Ya'la).
D.
Konsep
Perencanaan Dan Implikasinya Terhadap Manajemen Pendidikan Islam
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk merencanakan segala
kegiatannya, sebagaimana dijelaskan dalam ayat dibawah ini
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès?
ÇÊÑÈ
18.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.( al-hasyr:18)
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa perlunya perlunya
perencanaan untuk masa depan, apakah untuk diri sendiri, pemimpin keluarga,
lembaga, masyarakat maupun sebagai pemimpin Negara.
Dari kutipan tersebut dapat dicermati bahwa perencanaan adalah
proses yang berkelanjutan, bertahap dan tertata rapi. Artinya perencanaan tidak
bersifat mutlak, kaku tetapi ada peluang untuk perbaikan dan sisipan kebijakan
baru. Dengan demikian perencanaan adalah proses yang berkelanjutan dalam rangka
menyempurnakan aktifitas untuk mewujudkan tujuan bersama.
Dari gambaran tersebut di atas, maka penulis menggunakan pendekatan
intrepretasi (penafsiran) atas beberapa tokoh berdasarkan surat
(Qs.Al-Hasyr:18) kemudian mengaitkan dengan manajemen pendidikan islam.
Soejitno Irmin dalam buku Kepemimpinan Melalui Asmaul Husna
manafsirkan atas ayat tersebut bahwa: Allah sebagai pencipta, Allah sebagai
Perencana semua makhluk ciptaannya, Allah adalah Maha Merencanakan, Al-Bari,
sifat tersebut menjadi inspirasi bagi umat islam terutama para manajer.
Karena pada dasarnya manajer yang harus mempunyai banyak konsep tetang
manajemen termasuk di dalamnnya perencanaan pemimpin yang mempunyai visi dan
misi, dan membangun kedua hal tersebut agar berjalan sesuai dengan tujuan
bersama. Visi dan misi merupakan hasil dari perencanaan yang baik dan matang[18]
Al-Ghozali menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : bahwa
manusia diperintahkan untuk memperbaiki dirinya, untuk meningkatkan keimanan
dan ketakwaan kepada Allah Swt, dimana proses kehidupan manusia tidak boleh
sama dengan kehidupan yang sebelumnya (kemaren), disamping itu kata
perhatikanlan menurut Iman Al-Ghazali mengandung makna bahwa manusia harus
memperhatikan dari setiap perbuatan yang dia kerjakan, serta harus
mempersiapkan diri (merencanakan) untuk selalu berbuat yang terbaik demi hari
esok[19]
ImamAl-Jauhary; menafsirkan ayat tersebut sebagai salah satu bentuk
dari manusia untuk selalu intropeksi diri atas segala sesuatu yang dia perbuat,
perbuatan manusia harus difikirkan (direncanakan) agar tidak rugi dalam
hidupnya sehingga beliau menafsirkan Surat Al-Hasyr Ayat 18 tersebut dengan
surat At-Tinn yaitu sebagai berikut :
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ ¢OèO çm»tR÷yu @xÿór& tû,Î#Ïÿ»y ÇÎÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßgn=sù íô_r& çöxî 5bqãYøÿxE ÇÏÈ $yJsù y7ç/Éjs3ã ß÷èt/ ÈûïÏe$!$$Î/ ÇÐÈ
Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . kemudian Kami
kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya. Maka Apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan
sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? ( At-tin 4-7)
Manusia harus kembali ke Tuhan-Nya dengan selamat dan sejahtera
proses selamat tersebut hatus dimulai dari dunia ini yang diujudkan dengan
tingakah laku yang baik, sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat Al-Hasyr
ayat 18 tersebut yaitu Kata:” hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dalam surat tersebut,”dan kata
itu menekankan adanya perencanaan yang baik dalam diri manusia atas segala
tindakan selama didunia sehingga ia akan mendapatkan keselamatan diakhirat
nanti.
Choiruddin Hadhiri. SP, dalam bukunya “Klasifikasi Kandungan
Al-Qur’an”, menyatakan : “ Dalam setiap langkah gerak , manusia harus
instrospeksi memperhatikan apa-apa yang telah diperbuatnya untuk kebaikan masa
depan, dengan kata lain berarti manusia harus memiliki rencana, sehingga
manusia hidupnya terarah dan tidak terjerumus ke lubang yang sama”.[20]
Quraish Shihab dalamnya tafsir “al-Misbah”, dari ayat tersebut
mengenai perencanaan beliau mengatakan bahwa kata wantandur’ nafsuma
koddamat liqe’dim mempunyai arti bahwa manusia harus menfirirkan terhadap
dirinya dan merencanakan dari segala apa yang menyertai perbuatan selama
hidupnya, sehingga ia akan memperoleh kenikmatan dalam kehidupan ini. Jika
proses perencanaan telah dilakukan oleh Allah semenjak penciptaan manusia.[21]
Sebagaimana
yang tersurat dalam Q.S Al-Baqaraah Ayat 30: yang berbunyi :
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.” ( Surat Al-Baqarah, Ayat : 30 )
Dari persepektif penafsirat ayat dengan ayat tersebut megandung
makna bahwa manusia juga diwajibkan untuk merencanakan apa yang dia perbuat.
Syekh Abdul Halim Hasan Binjai dalam kitabnya Tafsir Al-Ahkam
menjelaskan bahwa manusia yang baik adalah dia yang selalu menfikirkan dari apa
yang dia kerjakan untuk hari ini dan yang akan datang (besok), karena manusia
telah diberikan akal maka dengan akalya itu kemudian ia memfikirkan atas segala
yang dia perbuat.[22]
Imam Mawardi; mendefinisikan atas surat tersebut sebagai wujud
keberadaan manusia didunia, sebagai manusia yang selalu berinteraksi dengan
manusia lainya maka ia selalu berfikir untuk selalu berbuat baik atas dari apa
yang dia kerjakan,[23]
Imam Bukhari menafsirkan berdasarkan ayat 18 surat Al-Hasyr:
seorang muslim yang baik adalah mereka yang selalu berfikir untuk hari esok
yang lebih baik, ia tidak lagi melihat masa lampau, dengan demikian ia berusaha
mengerjakan amal yang baik demi masa depan (akhirat)
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsir Fii Zhilaalil Quran bahwa
sesungguhnya apa yang dijelaskan berdasarkan Surat Al-Hasyr Ayat 18 mengandung
sebuah pemahaman yang meliputi:
·
Setiap
seorang muslim sejati ia akan selalu mengerjakan amal perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan kemaslahatan dan meninggalkan sesuatu yang membuat dia merugikan
dirinya sendiri.
·
Sebagai
seorang islam yang berpegang pada Al-Qur’an ia selalu berlandaskan kepadanya
dalam melangkah, artinya ia selalu berfikir untuk berbuat baik bagi orang
banyak.[24]
Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H), beliau mengatakan atau
menafsirkan berdasarkan ayat tersebut diatas bahwa: merencanakan sesuatu demi
kemaslahatan orang banyak harus dimuali dari dirinya sendiri, kata hari esok
(akhirat ) difahami bahwa apa yang direncanakan harus membawa kepada
kebahagiaan untuk masa depan (akhirat)
Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M) dalam tafsir al-Manar
mengatakan bahwa manusia harus mempunyai tujuan dalam hidupnya sehingga arah
dan tujuan manusia menjadi jelas. Kata rencana menurut Rasyid Ridha dipahami
sebagai persiapan manusia untuk mempersiapkan diri menuju kehadiratNya. Manusia
yang mempunyai tujuan melalui perencanaan yang baik akan memperjelas pandangan
dari perjalanan hidupnya, demikian beliau mengatatakannya.[25]
Dari penjelasan dan penafsiran tersebut dan implikasinya terhadap
manajemen pendidikan islam (MPI) akan memberikan pemahaman bahwa proses
perencanaan yang baik berlandaskan pendekatan agama pada Surat Al-Hasyr Ayat 18
dapat menciptakan proses menajememen yang baik (ideal). Perencanaan (actuiting)
dalam menajemen adalah landasan utama untuk mencapai sebuah tujuan yang baik,
tujuan dapat tercapai apabila dilandasi dengan sebuah perencanaan yang baik
pula, sehingga apa yang menjadi tujuan dari sebuah perencanaan tersebut dapat
tercapai dengan baik pula. Proses dari manajemen yang baik adalah diawali
dengan sebuah perencanaan yang baik pula, sehingga apapun tujuan itu dapat
tercapai pula.
Perencanaan merupakan proses untuk menentukan kemana harus
melangkah dan mengidentifikasi berbagai persyaratan yang dibutuhkan dengan cara
efektif dan efesien, sehingga perencanaan sesuai yang diinginkan dalam Surat
Al-Hasyr, ayat :18, mengandung enam pokok pikiran yaitu, pertama perencaaan
melibatkan proses penentapan keadaan masa depan yang diinginkan. Kedua, keadaan
masa depan yang diinginkan dibandingkan dengan kenyataan sekarang, sehingga
dapat dilihat kesenjangannya. Ketiga, untuk menutup kesenjangan perlu dilakukan
usaha-usaha. Keempat, uasaha untuk menutup kesenjangan tersebut dapat dilakukan
derngan berbagai ikhtiar dan alternative. Kelima, perlu pemilihan alternative
yang baik, dalam hal ini mencakup efektifitas dan efesiensi. Keenam,
alternative yang sudah dipilih hendaknya diperinci sehingga dapat menajdi
petunjuk dan pedoman dalam pengambilan keputusan maupun kebijaksanaan.
Perencanaan adalah sesuatu yang penting sebelum melakukan sesuatu
yang lain. Perencanaan dianggap penting karena akan menjadi penentu dan
ketercapaian tujuan. Penjelasan ini makin menguatkan alasan akan posisi stragetis
perencanaan dalam sebuah lembaga dalam perencanaan merupakan proses yang
dikerjakan oleh seseorang manajer dalam usahanya untuk mengarahkan segala
kegiatan untuk meraih tujuan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami perencanaan
menentukan berhasil tidaknya suatu program, program yang tidak melalui
perencanaan yang baik cenderung gagal. Dalam arti kegiatan sekecil dan sebesar
apapun jika tanpa ada perencanaan kemungkinan besar berpeluang untuk gagal.
Hal tersebut juga berlaku dalam sebuah lembaga, seperti lembaga
pendidikan, lebih khusus lembaga pendidikan Islam. Lembaga pendidikan yang
tidak mempunyai perencanaan yang baik akan mengalami kegagalan. Hal ini
tentunya makin memperjelas posisi perencanaan dalam sebuah lembaga.
Untuk memperlancar jalannya sebuah lembaga diperlukan perencanaan,
dengan perencanaan akan mengarahkan lembaga tersebut menuju tujuan yang tepat
dan benar menurut tujuan lembaga itu sendiri. Artinya perencanaan memberi arah
bagi ketercapaian tujuan sebuah system, karena pada dasarnya system akan
berjalan dengan baik jika ada perencanaan yang matang. Perencanaan dianggap
matang dan baik jika memenuhi persyaratan dan unsur-unsur dalam perencanaan itu
sendiri.
Perencanaan mempunyai makna yang komplek, perencanaan didefinisikan
dalam berbagai bentuk tergantung dari sudut pandang, latar belakang yang
mempengaruhinya dalam mendefinisikan pengertian perencanaan. Di antara definisi
tersebut adalah sebagai berikut: Menurut prajudi Atmusudirjo perencanaan adalah
perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai
tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana. Bintoro Tjokroamidjojo menyatakan
bahwa perencanaan dalam arti luas adalah proses memprsiapkan kegiatan-kegiatan
secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. [26]Sedangkan
menurut Muhammad Fakri perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan
berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Lebih lanjut Muhammad Fakri menyatakan
bahwa perencanaan dapat juga dikatakan sebagai suatu proses pembuatan
serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan
Uraian tersebut, memperjelas bahwa perencanaan berkaitan dengan
pemilihan dan penentuan kebijakan tertentu. Harjanto memberi komentar terhadap
pendapat Kaufman bahwa perencanaan merupakan proses untuk menentukan kemana
harus melangkah dan mengidentifikasi berbagai persyaratan yang dibutuhkan
dengan cara efektif dan efesien. Harjanto menyatakan bahwa perencanaan
mengandung enam pokok pikiran yaitu, pertama perencaaan melibatkan proses
penentapan keadaan masa depan yang diinginkan. Kedua, keadaan masa depan yang
diinginkan dibandingkan dengan kenyataan sekarang, sehingga dapat dilihat
kesenjangannya. Ketiga, untuk menutup kesenjangan perlu dilakukan usaha-usaha.
Keempat, uasaha untuk menutup kesenjangan tersebut dapat dilakukan derngan
berbagai usaha dan alternative. Kelima, perlu pemilihan alternative yang baik,
dalam hal ini mencakup efektifitas dan efesiensi. Keenam, alternative yang
sudah dipilih hendaknya diperinci sehingga dapat menajdi petunjuk dan pedoman
dalam pengambilan kebijakan
Kesimpulan:
Pendidikan
Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama
muslim yg memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta
berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dgn
nilai-nilai Islam dan bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yg bercorak
diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adl mewujudkan
tujuan ajaran Allah
Sumber:
Al-Mawardi, Imam, Tafsir Fi Zhilalil.
Az-Zarqani, Manahilul Irfan,
Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, Gema
Insani, Jakarta, 2005.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1979.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 28, Yayasan Latimojong,
Surabaya,1989.
Hasan Binjai,Syekh H. Abdul Halim, Tafsir Al-Ahkam,
Jakarta, Kencana, 2006.
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafii,
Jakarta, 2997.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati,
2002.
Rasyid Ridlo, Tafsir Al-Manar,
Sayyid Quth, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta, Gema
Insani, 2001.
Kontjaraningrat, Pengantar
Antropologi ( Jakarta: Universitas Press, 1996), 101.
Sayyid Qutb, Fi Zilal al-Qur’an, vol. 12, (Tp. Dar Ihya’ al-Turath, tt) 179
Abu al-Fida’, Tafsir al-Qur’an
al-‘adim, Juz 1, 480.
[16] Ibnu
Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2997.
[17] Ibnu
Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2997.
[18] Irmin,
Soejitno. Kepemimpinan Melalui Asmaul Husna
[20] Choiruddin
Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, Gema Insani, Jakarta, 2005.
[21] Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002.
[22] Hasan
Binjai,Syekh H. Abdul Halim, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta, Kencana, 2006.
[23] Al-Mawardi,
Imam, Tafsir Fi Zhilalil.
[24] Sayyid
Quth, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta, Gema Insani, 2001.
[25] Rasyid
Ridlo, Tafsir Al-Manar,